property='og:image'/>

Elia, Orang Desa yang Dipakai Allah

(Refleksi untuk Warga Lakahang, Tabulahan, Mamasa)

Dalam Alkitab, Nabi Elia pertama kali disebut dalam 1 Raja-raja 17:1:

“Lalu berkatalah Elia, orang Tisbe, dari Tisbe-Gilead, kepada Ahab...”

Keterangan ini sederhana, tetapi sangat penting. Elia bukan dari kota besar, bukan dari keluarga imam atau bangsawan, melainkan orang desa dari Tisbe di Gilead—sebuah daerah berbukit, terpencil, dan jauh dari pusat kerajaan. Namun, dari tempat sederhana itulah Allah memanggil Elia untuk berdiri di hadapan Raja Ahab dan menyampaikan firman-Nya.

Elia: Dari Desa untuk Bangsa

Gilead tempat Elia berasal mirip dengan banyak kampung di pedalaman kita: bukan pusat perdagangan, bukan pusat politik, bahkan jarang disebut-sebut orang. Tetapi Allah memilih orang dari tempat yang kecil untuk membawa dampak besar bagi bangsanya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak melihat asal-usul atau status sosial, tetapi ketaatan dan keberanian iman.

Lakahang dan Tantangan Ekonomi

Jika kita melihat kehidupan di Kelurahan Lakahang, Kecamatan Tabulahan, Kabupaten Mamasa, situasinya tidak jauh berbeda dengan gambaran pedalaman Gilead.

Masyarakat hidup sederhana, sebagian besar bekerja sebagai petani cokelat, kopi, minyak nilam, buah, dan umbi-umbian.

Akses jalan dari desa ke pasar kecamatan di Lakahang masih banyak yang rusak, sehingga hasil panen sulit dijual dengan harga layak.

Pasar mingguan di Lakahang setiap hari Rabu memang menjadi pusat ekonomi rakyat, tetapi harga sering dikendalikan oleh tengkulak atau pedagang besar.

Seperti orang Gilead di zaman Elia, warga Lakahang juga menghadapi kesulitan hidup: ekonomi yang terbatas, akses yang sulit, dan peluang yang sempit. Namun justru dari tempat-tempat seperti inilah Tuhan bisa membangkitkan “Elia-Elia baru”—orang sederhana yang dipakai untuk kemuliaan-Nya.

Pesan Rohani bagi Kita

Dari kisah Elia, kita belajar bahwa:

  1. Allah bisa memakai siapa saja – Tidak peduli kita dari desa kecil atau hidup dalam keterbatasan, Tuhan bisa menjadikan kita saksi-Nya.

  2. Kesetiaan lebih penting daripada status – Elia berani menyampaikan firman Allah, bukan karena ia hebat, tetapi karena ia taat.

  3. Iman memberi harapan di tengah himpitan – Masyarakat Lakahang boleh saja menghadapi tantangan ekonomi, tetapi iman kepada Kristus memberi kekuatan untuk tetap berpengharapan.

Firman Tuhan berkata:

“Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat.” (1 Korintus 1:27).

Inilah penghiburan dan penguatan kita. Sama seperti Elia, orang Tisbe dari Gilead, kita yang tinggal di pedalaman Tabulahan pun bisa dipakai Tuhan untuk hal-hal besar. Yang Ia cari bukan asal-usul kita, melainkan kesetiaan hati kita.

Penutup

Elia membuktikan bahwa orang desa pun bisa menjadi alat Tuhan untuk mengubah sejarah. Demikian pula dengan kita di Lakahang: meski hidup dalam keterbatasan ekonomi dan akses, kita tidak terbatas dalam kuasa Tuhan. Asal kita setia, berdoa, dan bekerja dengan iman, maka Allah dapat memakai orang Lakahang untuk menjadi terang bagi Mamasa, Sulawesi Barat, bahkan lebih jauh lagi.

“Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5).

Post a Comment

0 Comments