Menikah Lagi Setelah Cerai: Apakah Berzinah? Ini Penjelasan Menurut Alkitab

Perceraian hidup adalah kenyataan
pahit yang terjadi di sekitar kita, bahkan di tengah jemaat Tuhan. Namun
persoalannya tak berhenti sampai di situ. Ketika salah satu pihak menikah lagi,
lalu pihak yang ditinggalkan juga menikah ulang, muncullah pertanyaan yang
sangat serius:
“Apakah mereka dianggap berzinah menurut Alkitab?”
“Kalau suami sudah menikah lagi, apakah istri juga boleh menikah?”
Artikel ini mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu secara jujur, alkitabiah, dan bijak secara pastoral.
Pernikahan dalam Pandangan
Alkitab: Perjanjian Seumur Hidup
Pernikahan bukan sekadar ikatan
sosial atau hukum negara. Dalam Alkitab, pernikahan adalah perjanjian kudus
yang menyatukan dua pribadi menjadi satu daging:
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
(Matius 19:6)
Yesus menegaskan bahwa perceraian
bukanlah kehendak Allah, kecuali dalam kondisi tertentu. Bahkan, Ia menambahkan
peringatan serius:
“Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
(Matius 19:9)
Kasus: Jika Salah Satu Pasangan
Bercerai dan Menikah Lagi
Jika seorang pria menceraikan
istrinya bukan karena alasan perzinahan, lalu ia menikah lagi, Yesus
menyebutnya berzinah:
“Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah terhadap isterinya itu.”
(Markus 10:11)
Lalu bagaimana dengan pihak yang
ditinggalkan, istri atau suami, jika ia juga menikah lagi? Yesus tetap
konsisten:
“Dan jika seorang wanita menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia pun berbuat zinah.”
(Markus 10:12)

“Seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya... Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.”
(1 Korintus 7:10–11)
Jadi, Apakah Keduanya Berzinah
Jika Menikah Ulang?
Ya, jika perceraian itu tidak
didasarkan pada alasan yang sah secara Alkitab (misalnya: perzinahan berat atau
kekerasan ekstrem), maka:
- Pihak yang menceraikan lalu menikah lagi →
berzinah.
- Pihak yang diceraikan lalu menikah lagi → juga
berzinah.
Alkitab sangat serius menegaskan
bahwa pernikahan bukan hal sembarangan. Gereja harus berhati-hati agar tidak
meremehkan firman Tuhan hanya karena tekanan sosial atau budaya.
Namun, Bagaimana Jika Salah Satu
Sudah Menikah Lagi?
Di banyak kasus, pasangan yang satu
sudah membangun keluarga baru, dan tidak mungkin ada jalan kembali.
Apakah pihak yang ditinggalkan
harus hidup sendiri seumur hidup?
Rasul Paulus menjawab dengan bijak:
“Jikalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin; sebab lebih baik kawin dari pada hangus oleh hawa nafsu.”
(1 Korintus 7:9)
Maka secara pastoral, jika:
Salah satu pasangan telah
menikah lagi, Tidak ada kemungkinan rekonsiliasi, Dan pihak yang ditinggalkan
bergumul berat dengan kesepian, godaan seksual, atau ketidakstabilan emosional,
maka gereja perlu menimbang dengan hati-hati, apakah pernikahan ulang adalah
jalan pemulihan atau malah menjerumuskan dalam dosa baru.
Kasih Karunia Allah Lebih Besar
dari Kegagalan Kita
Sekalipun pernikahan sebelumnya
gagal karena ketidaktundukan atau kekerasan, pengampunan Tuhan tetap tersedia
bagi siapa pun yang bertobat.
“Jika kita mengaku dosa kita, Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita.”
(1 Yohanes 1:9)“TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”
(Mazmur 34:18)
Gereja dipanggil untuk berdiri di
antara kebenaran dan kasih karunia: tidak meremehkan dosa, tetapi juga tidak
menutup pintu pengampunan bagi orang yang benar-benar mau hidup baru.
Kesimpulan Singkat
|
Kondisi |
Penilaian
Alkitab |
|
Cerai tanpa alasan sah
(misalnya bukan karena zinah), lalu menikah lagi |
Berzinah (Mat. 19:9) |
|
Diceraikan
lalu menikah lagi |
Juga
berzinah (Mrk. 10:12; 1 Kor. 7:11) |
|
Jika
salah satu pasangan sudah menikah ulang |
Gereja
dapat menimbang secara pastoral (1 Kor. 7:9) |
|
Apakah
ada pengampunan? |
Ya! Jika
ada pertobatan dan komitmen hidup kudus |
Gereja: Tempat Pemulihan, Bukan
Penghakiman

“Jangan hukum orang lebih dari apa
yang Tuhan telah ampuni. Tapi juga jangan ampuni jika Tuhan sendiri belum
melepaskannya.”
(Refleksi pastoral)
0 Comments